“Learning how to learn is life’s most important skill.” – Roderick Thorp
Sebuah riset yang dilakukan ilmuwan NASA, Dr. George Land dan Dr. Beth Jarman yang akhirnya dituliskan dalam buku Breakpoint and Beyond: Mastering the Future Today, menemukan; 98% anak-anak pra-sekolah merupakan anak-anak yang jenius dan kreatif, tetapi setelah 15 tahun belajar di lembaga pendidikan formal jumlah yang jenius dan kreatif menjadi tinggal 12%, dan ironisnya setelah mencapai umur 31, yang jenius dan kreatif hanya tersisa 2% saja.
Mengapa ini terjadi? Bagaimana mungkin lembaga pendidikan dan pelatihan menjadikan seseorang yang tadinya jenius dan kreatif menjadi tumpul? Dr. Land dalam risetnya mengatakan sistem pendidikan kebanyakan memaksakan standarisasi (konvergensi) dalam bentuk buku acuan, kurikulum, hingga soal ujian yang seragam, sehingga anak-anak yang unik dan divergen ini dipaksa patuh untuk menjadi sama.
Dr. Land menyoroti lembaga pendidikan termasuk di dalamnya pusat pelatihan dan pengembangan yang terpenjara pada what to learn, seperti belajar baca, tulis, hitung, menggambar. Tetapi gagal mengajarkan learn how to learn atau belajar bagaimana caranya belajar yang tidak hanya produktif tetapi juga efektif.
Di dunia VUCA yang perubahannya makin cepat, tak jelas, kompleks, dan ambigu, skill yang paling relevan adalah Learn How To Learn, karena bisa jadi ilmu yang tuntas dipelajari hari ini, bulan depan sudah ketinggalan jaman.
Learn How To Learn adalah mindset dan skillset yang dapat dimiliki oleh siapa saja jika ia menerapkan pola BE-FAST pada saat belajar (Believe, Exercise, Forget, Active, State, Teach). Satu per satu akan kita bahas di tulisan-tulisan berikutnya...
<<bersambung>>
Jabat erat,
Aji